KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami memanjatkan kehadiran
Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunianya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang merupakan tugas harus di penuhi untuk memperoleh
nilai pada mata kuliah semester ini pada Fakultas Tarbiah Kimia IAIN Ar-Raniry
Banda Aceh.
Selanjutnya shalawat dan salam kami kehadirat
nabi besar Muhammad SAW yang telah memberi tauladan kepada kita semua dalam
membedakan antara hak dan yang bathil untuk mencapai hal yang benar dan
semestinya.
Kami menyatakan bahwa tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan-kekurangan oleh karena itu
saran dan kritik sangat kami harapkan dari semua pihak untuk kesempurnaan tugas
ini.
Semoga makalah
ini dapat memberi manfaat dan menambah wawasan bagi pambaca umumnya dan bagi
kami khususnya amin ya rabbal alamin.
Banda Aceh, 29 September 2011
(Kami pemakalah)
Muhkam dan mutasyabih
1.
Pengertian muhkam dan mutasyabih
Menurut bahasamuhkam
berasa dari kata-kata”hakamtu dabbah klaahkamtu” artinya saya menahan binatang
itu. Al-hukm berarti memutuskan antara dua hal atau perkara maka, hakim adalah
orang yang mencegah kezaliman dan memisahkan antara dua pihak yang bersangketa.
Serta memisahkan antara kejujuran dan kebohongan.
Mutasyabih secara
bahasa berarti tasyabuh, yakni bila satu dari dua hal serupa dengan yang lain
dan syubah ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat
dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara
konkrit abstrak.
Masing-masing muhkam
dan mutasyabih dengan pengertian secara mutlak atau umum sebangaimana diatas
ini tidak menafikan atau kontrakdiksi satu dengan yang lain jadi, pernyataan”
al-quran itu selurahnya muhkam” adalah dengan pengertian itqan.( kokoh, indah )
yakni ayat-ayatnya serupa dan sebangiannya membenarkan sebangian yang lain.
2.
Perbedaan pendapat dalam mengetahui mutasyabih
Pandapat pertama
mengatakan”istinaf” pendapat ini dikung oleh sejumlah seperti ubay bin kaab,
ibnu masud,ibnu abas,sejumlah sahabat,tabiin,dan lainnya. Mereka beralasan
antara lain dengan keterangan yang diriwayatkan oleh al-hakim dalam
mustadraknya bersumberdari ibnu abas.
Pendapat ini juga
dipilih oleh an-nawawi, dalam syarah muslimnya ia menegaskan, inilah pendapat
yang paling sahih karena tidak mungkin Allah menyuru hamba-hambanya dengan
sesuatu yang tidak dapat diketahui maksudnya oleh mereka.
Kompromi dua pendapat
Dengan merujuk kepada
makna takwil, maka akan jelas bahwa antara kedua pendapat diatas tidak terdapat
pertentangan karene lafazh”takwil” digunakan untuk menunjukan tiga makna.
a.
Memalingkan sebuah lafazh dari makna yang kuat (rajah) kepada makna
yang lemah (marjuh).
b.
Takwil dengan makna tafsir (menerangkan) yaitu pembicaraan untuk
menafsirkan lafazh-lafazh agar maknanya dapat dipahami.
c.
Takwil pembicaraan tentang substansi (hakikat) suatu lafazh maka
takwil tentang zat dan sifat-sifat Allah ialah tentang hakikat zatnya itu
sendiri yang kudusdan hakikat sifat-sifatnya.
Dalam pembahasan ini maka jelaslah bahwa
pada hakikatnya tidak ada pertentanganantara kedua pendapat tersebut.
Dalam al-quran terdapat lafazh-lafazh
mutasyabih yang maknanya serupadengan makna yang kita ketahui didunia, akan
tetapi hakikatnya berbeda.
Ada beberapa pendapat pengertian yang
dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai muhkam dan mutasyabih :
1.
Menurut as-suyuthi muhkam adalah sesuatu yang telah jelas artinya
sedangkan mutasyabih sebaliknya.
2.
Menurut imam ar-razali adalah ayat-ayat yang dalalahnya kuat baik
maksud maupun lafazhnya, sedangkan mutasyabih ayat-ayat yang dalalahnya lemah
masih bersifat mujmal memerlukan takwil dan sulit dipahami.
3.
Menurut banna al-qaththan muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat
diketahui secara langsung tampa memerlukan keterangan lain sedangkan mutasyabih
tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjukan kepada ayat lain.
Dari pendapat tentang ayat-ayat al-quran
yang muhkamad dan mutasyabihat diatas dapat disimpulkan bahwa ayat muhkamat
adalah ayat yang sudah jelas baik lafazh maupun maksudnya, sehingga tidak
menimbulkan keranguan dan kekeliruan bagi orang yang memahaminya.
3.
Pembagian ayat-ayat mutasyabih
Ayat-ayat mutasyabih
dapat dikatagorikan kepada tiga bagian yaitu :
a)
Mutasyabih dari segi lafazhnya
b)
Mutasyabih dari segi maknanya
c)
Kombinasi dari keduanya yaitu mutasyabih dari segi lafazhdan
maknanya
4.
Pandangan ulama dalam menghadapi ayat-ayat mutasyabih
Ulama mengatakan bahwa ayat-ayat
mutasyabih itu dapat ditaqwikan oleh manusia. Namun menurut sebagian ulama
berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih itu tidak dapat diketahui oleh
seorangpun kecuali Allah.
Dalam hal ini ar raqhib al-asfahans dia
mengambil jalan tengah dari kedua pendapat diatas ar-raqhib membagi ayat-ayat
menjadi tiga bagian :
a.
Ayat yang sama sekali tidak diketahui hakikatnya oleh manusia
eperti waktu tibanya hari kiamat.
b.
Ayat mutasyabih yang dapat diketahui oleh manusia (orang awan)
dengan menggunakan berbagai sarana terutama kemampuan akal fikiran
c.
Ayat-ayat mutasyabih yang khusus hanya dapat diketahui maknanya
oleh orang-orang yang ilmunya dalam. Dan tidak dapat dikrtahui oleh orang-orang
selain mereka.
Perbedaan
muhkam dengan mutasyabih
Muhkam iyalah
suatu kalam yang dalalah ( penerang)nya bersifat kuat (rajah). Yakni nash dan
zhahir(jelas). Adapun mutasyabih yalah yang dilalahnya tidak kuat, yakni meliputi
mujmal (yang umum), muawwal (yang mendapat tawil) dan musykil (yang samar).
Tarif ini dinisbatkan kepada al-iman ar-razi, dan jadikan pegangan oleh banyak
ulama ahli waris analis (al-muhaqqiqun).
Muhkam iyalah
kalam yang menuntut pengalaman (aplikasi) .Adapun mutasyabih iyalah yang
diyakini adanya atau kebenaran, tetapi tidak menuntut pengalamannya. As-suyuti
meriwayatkan qaul (ucapan) itu dari ‘ikrimah, qatadah dan yang lainnya
Muhkam iyalah
suatu kalam yang maknanya dapat diterima oleh akal (rasional). Adapun
mutasyabih iyalah yang tidak rasional, seperti tentang bilangan shalat,
kekhususan shaum pada bulan ramadhan
Muhkam iyalah
kalam yang lafazhnya tidak berulang- ulang. Adapun mutasyabih iyalah yang
lafazhnya berulang- ulang.
Muhkam iyalah
kalam yang menampilkan hukum, baik dengan bentuk perintah dan larangan, maupun
yang bersifat kabar (penerangan) tentang halal dan haram. Ta’rif ini ditulis
oleh imam badaaruddin Muhammad bin ‘Abdullah az-zarkasy.
Macam-macam
bentuk mutasyabih
1.
Mutasyabih pada lafaz, seperti lafazh abban dalam surat abasa,
80:31:
; “dan buah-buahan serta
rumput-rumputan “ (QS, ‘Abasa, 80:30)
2.
Mutasyabih pada makna, seperti tentang peristiwa kiamat , kelezatan
syurga dan kepedihan siksa neraka
3.
Mutasyabih pada lafazh dan makna sekaligus, seperti firman Allah
dalam surat al-baqarah, 2:189:
“dan
bukanlah kebajikan itu memasuki rumah – rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu iyalah
kebajikan orang yang bertaqwa . Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari
pintu-pintunya “. (QS, al-baqarah, 2:189)
Di samping macam-macam mutasyabih di
atas, bila di tinjau dari segi kemungkinan sampai atau tidaknya pengetahuan
manusia, maka mutasybih terbagi kepada tiga kategori sebagai berikut:
1.
Mutasyabih yang tidak dapat diketahui oleh semua manusia, seperti
pengetahuan tentang Dzat Allah dan hak ekat- hak ekat dari sifat –
sifatnya pengetahuan tentang tibanya
waktu kiamat dan lain-lainnya dari urusan- urusan yang ghaib
2.
Mutasyabih yang dapat dicapai oleh pengetahuan manusia dengan
melalui belajar dan pengamatan , seperti mutasyabih pada lafazh-lafazh yang
asing dan pada makna-makna yang global(mujmal)
3.
Mutasybih yang dapat di ketahui secara khusus oleh para ulama yang
mengeluarkan segala kemampuan dan sesungguhnya mereka untuk mentadabburinnya;
mengkaji dan menghayati al-Quran. yang demikian itu bersirat dalam doa
rasulullah saw terhadap Ibnu abbas
Hikmah
dari adanya ayat-ayat yang mutasyabihat
Hikmah
dari adanya ayat-ayat yang mutasyabihat yang hakiki, maksudnya yang maknanya
tidak diketahui oleh seluruh manusia,
antara lain ialah
1.
Sebagai salah satu bentuk kerahmanan Allah terhadap manusia yang
bersifat, yang tidak mengetahui segala sesuatu. Disembunyikan- Nya urusan
kiamat dan ajal manusia, tiada lain supaya manusia tidak lalai dalam
mempersiapkan diri mereka masing-masing guna menghadapi mahkamah pengadilan
yang sejati dan kehidupan yang kekal abadi.
2.
Sebagai bagian dari ujian kepada ummat manusia. Apakah manusia akan
tetap beriman dengan sebenar-benar imam terhadap kabar-kabar yang hak itu, atau
malah berpaling dari adanya orang-orang yang beriman berkata: kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyabih.
Tag :
ulumul quran
0 Komentar untuk "muhkam dan mutasyabih "
Biasakan diri kita untuk berterimakasih kepada orang yang telah mengajari kita walaupun itu hanya satu ayat
SPAMING AKN DIHAPUS OTOMATIS OLEH ROBOT BLOG INI